Jumat, 20 September 2013

MAKALAH METODE KETELADANAN (USWATUN KHASANAH)


I.     Pendahuluan
Islam adalah agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang di lakukannya. Oleh karena itu Al-Qur’an menyebutkan kegiatan dakwah dengan Absanu Qaula. Dengan kata lain biasa kita simpulkan bahwa menempati posisi yang begitu tinggi dan mulia dalam kemajuan agama islam. Kita tidak dapat membayangkan apabila kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan.[1]
Seorang da’I atau mubaligh dalam menentukan strategi dakwahnya sangat memerlukan pengetahuan di bidang metodologi. Selain itu bila pola berpikir kita berangkat dari pendekatan system, dakwah merupakan suatu system dan metodologi mempunyai peranan dan kedudukan yang sejajar dengan unsur-unsur yang lain, seperti tujuan dakwah, sasaran dakwah, subjek dakwah, dan sebagainya.[2]
Oleh sebab itu, agar dakwah mencapai sasaran-sasaran strategis jangka panjang, maka di perlukan suatu sistem manejerial komunikasi baik dalam penataan, perkataan maupun perbuatan yang banyak dalam hal sangat relevan dan terkait dengan nilai-nilai keislaman. Dengan adanya kondisi seperti itu, maka para da’I harus mempunyai pemahaman yang mendalam, bukan saja menganggap bahwa frame (Amal Ma’rup Nahi Mungkar) hanya sekedar menyampaikan saja melainkan harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya  Mencari materi yang cocok atau yang sesuai dengan sikon, Mengetahui psikologi objek dakwah secara tepat, Memilih metode yang representatif,  Menggunakan bahasa yang efektif dan bijaksana. Dalam kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang metode keteladanan atau uswatun khasanah.
Contoh kasus: Pak Ustadz Sulaiman ketika diundang ceramah Nuzulul Qur’an di sebuah mesjid datang dengan mengenakan celana jeans, jaket kulit, kaca mata hitam, rambut gondrong tidak disisir. Meskipun orang sudah kenal Pak Ustadz tersebut, tapi tak urung ketika melihatnya dalam pakaian yang berada di luar konsep jama’ah, orang tergoda untuk bertanya, apa betul ini Ustadz Sulaiman, kasihan yah Ustadz Sulaiman. Atau apa gerangan yang menimpa ustadz kita ini? Jama’ah akan mempersepsi bukan ustadz Sulaiman, atau sebagai ustadz yang sedang “kumat”, atau persepsi negative lainnya. Di masyarakat seorang  kyai, ustad, atau da’i adalah sosok yang dihormati dan disegani setiap orang. Beliau-beliau adalah contoh tauladan yang  ditiru para masyarakat, baik dari penampilan perkataan bahkan sampai perbuatannya ditiru oleh masyarakat.
Namun keteladanan seorang da’i sangatlah penting dalam interaksinya dengan mad’u. Karena dakwah tidak hanya sekedar menangkap atau memperoleh makna dari sesuatu dari ucapan da’i, akan tetapi justru melalui keseluruhan kepribadian yang tergambar pada sikap dan tingkah laku da’i tersebut.

II.  Rumusan masalah
1.      Bagaimanakah pengertian metode keteladanan (uswatun khasanah)?
2.      Bagaimanakah urgensi metode keteladanan (uswatun khasanah)?
3.      Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan metode keteladanan (uswatun khasanah)?

III.             Pembahasan
1.      Pengertian metode keteladanan (uswatun hasanah)
Pengertian Uswatun Hasanah, Secara terminologi, kata al – uswah berarti orang yang ditiru, bentuk jamaknya adalah usan . Sedangkan hasanah berarti baik. Dengan demikian uswatun hasanah adalah contoh yang baik, kebaikan yang ditiru, contoh indentifikasi, suri tauladan atau keteladanan.
Definisi uswatun hasanah dalam Al –Qur’an dijelaskan dalam QS. Al-Mumtahanah : 4 dan 6 yang artinya :
sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada diri Ibrahim dan orang – orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata pada kaum mereka : “sesungguhnya kami berlepas diri daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kekafiranmu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama – lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya , “sesungguhnya aku kan memohonkan ampunan bagi kamu dan tiada dapat menolak sedikitpun dari siksaan Allah’’, Ibrahim Ibrahim berkata : “ ya tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami kembali(: 4)”
Sesungguhnya pada mereka itu ( Ibrahim dan umatnya ) ada teladan yang baik baginya, yaitu bagi orang yang mengharap pahala Allah dan keselamatan pada hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji (:6)”
Makna uswah dalam surat diatas adalah menunjukkan suri tauladan Nabi Ibrahim untuk dijadikan contoh.[3] Agama yang dibangkitkan kembali oleh Nabi Muhammad SAW ialah agama hanifan musliman, yang bertujuan lurus kepada Allah disertai penyerahan diri. Dalam perjuangan beliau menegakkan agama Allah tidaklah pula kurang dari hambatan, rintangan dan halangan yang beliau temui dengan kaumnya, namun segala gangguan itu tidaklah membuat beliau beranjak dari pendirian.
Ada empat sifat rasulullah yang dapat kita teladani dan terapkan dalam kehidupan masa kini:
a.    Shiddiq : merupakan kunci sukses dalam berbagai segi kehidupan. Orang yang jujur akan memiliki wawasan hidup yang jernih, karena tidak terkotori oleh upaya untuk menutupi sesuatu dan berbohong.
b.    Amanah : memiliki komitmen dan kesungguhan dalam melaksanakan suatu amanah.
c.    Tablig : kemampuan berkomunikasi akan memungkinkan terlaksananya berbagai gagasan dan cita-cita luhur. Paling tidak, komunikasi atau tabligh dapat menjadi sarana untuk hal-hal berikut : mengumpulkan informasi dan mengenali masalah, menghimpun dukungan dan partisipasi, mengelola pekerjaan besar secara kolektif dan menyampaikan pesan moral agama.
d.   Fathanah : Inteligensi dibutuhkan untuk menghadapi masalah-masalah yang besar dan kompleks, serta tantangan-tantangan yang datangnya mendadak. Bagi seorang muslim ada tiga unsur utama pembentuk inteligensi : kecerdasan bawaan, informasi dan bimbingan illahi.
2.      Urgensi metode keteladanan (uswatun hasanah)
 Dakwah dengan uswatun hasanah adalah dakwah dengan memberikan contoh yang baik melalui perbuatan nyata yang sesuai dengan kode etik dakwah. Bahkan uswatun hasanah adalah salah satu kunci sukses dakwah Rasulullah, salah satu bukti adalah bahwa pertama kali tiba di madinah, yang dilakukan Nabi adalah membangun masjid Quba dan menyatukan kaum anshar dan muhajirin dalam ukhuwah islamiyah.
Efektifitas uswatun hasanah sebagai metode dengan maksud agar mad’u dapat meresap dengan mudah dan cepat serta merealisasikan seruan dakwah, maka seorang da’I harus memperhatikan cara-cara sebagai berikut:
1.    Keteladanan (al-Uswah wa al-Qudwah), sebelum menyuruh kepada mad’u untuk melakukan suatu perbuatan, da’I harus memberi contoh bagaimana melakukannya.
2.    Menyampaikan kisah-kisah bijak, kisah atau cerita yang baik umumnya cepat ditangkap oleh manusia bahkan meresap kedalam jiwa. Adanya kisah-kisah itu dimaksudkan sebagai ‘ibrah untuk menggugah orang agar mau bersyukur atas nikmat Allah, mengakui adanya Khaliq serta berbuat baik kepada sesama.
3.    Melihat sifat-sifat orang terpuji, cara ini dimaksudkan agar mad’u mau mencontoh mereka, misalnya sifat-sifat orang mukmin yang dijabarkan di dalam Al-Qur’an.[4]
Pada masa modern sekarang ini terjadi pergeseran nilai-nilai pada setiap ruas-ruas dan sendi-sendi kehidupan manusia. Menurut kami “pemakalah” telah menjadi tugas dan tanggaung jawab bagi da’i untuk membentuk generasi-generasi bangsa yang bermoral, berakhlak mulia, memiliki tutur kata yang bagus dan berkepribadian muslim yaitu dengan memberikan teladan yang baik yang sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri.




3.      Kelebihan dan kekurangan metode keteladanan (uswatun hasanah)
Metode keteladanan juga memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri, sebagaimana lazimnya metode-metode lainnya. Secara sederhana berkaitan dengan penerapannya dalam proses dakwah kelebihan dan kekurangan metode keteladanan dapat dijelaskan yaitu sebagai berikut:
    1. Kelebihan Metode Keteladanan
a.         Metode keteladanan akan memberikan kemudahan kepada da’i dalam melakukan evaluasi terhadap hasil dari dakwah yang dijalankannya.
b.        Metode keteladanan akan memudahkan mad’u dalam mempraktikkan dan mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya selama proses dakwah berlangsung.
c.         Bila keteladanan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik.
d.        Metode keteladanan dapat menciptakan hubungan harmonis antara da’i dengan  mad’u.
e.          Dengan metode keteladanan tujuan da’i yang ingin dicapai menjadi lebih terarah dan tercapai dengan baik.
f.            Dengan metode keteladanan da’i secara tidak langsung dapat mengimplementasikan ilmu yang diajarkannya.
g.        Metode keteladanan juga mendorong da’i untuk senantiasa berbuat baik karena menyadari dirinya akan dicontoh oleh mad’u nya.[5]
Dari kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa metode keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya berdakwah, dimana selain diajarkan secara teoritis mad’u juga bisa melihat secara langsung bagaimana praktik atau pengamalan dari da’inya yang kemudian bisa dijadikan teladan atau contoh dalam berprilaku dan mengamalkan atau mengaplikasikan materi dakwah yang telah dia pelajari selama proses dakwah berlangsung.



    1. Kekurangan Metode Keteladanan
Selain mempunyai kelebihan dan keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya, dalam penerapannya metode keteladanan juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan, diantaranya yaitu sebagai berikut:
a.       Jika dalam dakwah figur yang diteladani dalam hal ini da’i tidak baik, maka mad’u cenderung mengikuti hal-hal yang tidak baik tersebut pula.
b.      Jika dalam proses dakwah hanya memberikan teori tanpa diikuti dengan  implementasi maka tujuan  yang akan dicapai akan sulit terarahkan.[6]
Dari serangkaian kelebihan dan juga kekurangan yang telah dijelaskan di atas dapat dikatakan bahwa, metode keteladanan dalam berdakwah merupakan metode yang mempunyai pengaruh dan terbukti bisa dikatakan efektif dengan berbagai kelebihannya, meskipun juga tidak terlepas dari kekurangan, dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial. Hal ini karena da’i adalah figur terbaik dalam pandangan mad’u, yang tindak-tanduk dan sopan santunnya disadari atau tidak, akan ditiru atau diteladani oleh mad’u nya.
 Jadi dari kelebihan dan kekurangan diatas dapat terlihat betapa sentralnya peranan da’i dalam hal ini merupakan sosok kunci yang akan memberikan teladan kepada mad’u, dan juga sosok yang akan dijadikan model atu teladan oleh mad’u, jadi dalam hal ini sukses atau tidaknya Metode keteladalan dalam suatu dakwah sangat tergantung pada sosok da’i yang diteladani. Oleh karena itu, keteladanan yang baik adalah salah satu metode  yang bisa diterapkan untuk merealisasikan tujuan dakwah. Hal ini karena keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya mencapai keberhasilan dakwah, dan juga dapat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap nilai-nilai pendidikan Islam terutama pendidikan ibadah dan pendidikan akhlak.





IV.             Penutup
1.    Kesimpulan
Dari serangkaian pembahasan mengenai metode keteladanan di atas dapat disimpulkan bahwa:
Metode uswah adalah metode dakwah yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak. Metode keteladanan dalam dakwah merupakan metode yang mempunyai pengaruh dan terbukti bisa dikatakan efektif dengan berbagai kelebihannya, meskipun juga tidak terlepas dari kekurangan, dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial.
Diantara kelebihan dari metode keteladanan yaitu: Metode keteladanan akan memberikan kemudahan kepada da’i dalam melakukan evaluasi terhadap hasil dari dakwah yang dijalankannya, Metode keteladanan akan memudahkan mad’u dalam mempraktikkan dan mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya selama proses dakwah berlangsung, Bila keteladanan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah dan masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik, dan lain-lain.
Sementara itu metode keteladanan juga mempunyai kekurangan diantaranya yaitu:  Jika dalam dakwah mengajar figur yang diteladani dalam hal ini da’i tidak baik, maka mad’u cenderung mengikuti hal-hal yang tidak baik tersebut pula, Jika dalam proses dakwah hanya memberikan teori tanpa diikuti dengan  implementasi maka tujuan pendidikan yang akan dicapai akan sulit terarahkan.
2.    Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami harap agar pembaca mampu mengambil sedikit hikmah dari kandungan yang terdapat didalamnya. Setiap karya pasti indah, namun setiap keindahan itu belum tentu yang terbaik. Maka kami mohon apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan ataupun kandungan pokok pembahasan. Kritik dan saran akan kami terima, guna karya yang lebih baik kedepanya. Sekian, dan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA

*      Abdul kadir munsy, Metode Diskusi Dalam Dakwah, Surabaya: AL-Ikhlas, 1981
*      Amin, Drs. Samsul Munir, M.A., ILMU DAKWAH, Jakarta: Amzah, 2009
*      Asmuni syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: al-iklas,1983
*      Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema InsaniPress, 1998
*      Yusuf, Prof. Dr. H. M. Yunan, Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2003




[1] Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema InsaniPress, 1998) hlm 79
[2] Asmuni syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam,(Surabaya: al-iklas,1983), hlm 99

[3] Yusuf, Prof. Dr. H. M. Yunan, Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm 198

[4] Yusuf, Prof. Dr. H. M. Yunan, Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm 206
[5] Abdul kadir munsy,Metode Diskusi Dalam Dakwah, Surabaya: AL-Ikhlas, 1981,  hlm 144
[6] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar