I.
Pendahuluan
Islam adalah agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk
senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat islam
sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang di lakukannya.
Oleh karena itu Al-Qur’an menyebutkan kegiatan dakwah dengan Absanu Qaula.
Dengan kata lain biasa kita simpulkan bahwa menempati posisi yang begitu tinggi
dan mulia dalam kemajuan agama islam. Kita tidak dapat membayangkan apabila
kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan.[1]
Seorang da’I atau mubaligh dalam menentukan strategi
dakwahnya sangat memerlukan pengetahuan di bidang metodologi. Selain itu bila
pola berpikir kita berangkat dari pendekatan system, dakwah merupakan suatu
system dan metodologi mempunyai peranan dan kedudukan yang sejajar dengan unsur-unsur
yang lain, seperti tujuan dakwah, sasaran dakwah, subjek dakwah, dan
sebagainya.[2]
Oleh sebab itu, agar dakwah mencapai sasaran-sasaran
strategis jangka panjang, maka di perlukan suatu sistem manejerial komunikasi
baik dalam penataan, perkataan maupun perbuatan yang banyak dalam hal sangat
relevan dan terkait dengan nilai-nilai keislaman. Dengan adanya kondisi seperti
itu, maka para da’I harus mempunyai pemahaman yang mendalam, bukan saja menganggap
bahwa frame (Amal Ma’rup Nahi Mungkar) hanya sekedar menyampaikan saja
melainkan harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya Mencari materi
yang cocok atau yang sesuai dengan sikon, Mengetahui psikologi objek dakwah
secara tepat, Memilih metode yang representatif, Menggunakan bahasa yang
efektif dan bijaksana. Dalam kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang
metode keteladanan atau uswatun khasanah.
Contoh kasus: Pak Ustadz Sulaiman ketika diundang
ceramah Nuzulul Qur’an di sebuah mesjid datang dengan mengenakan
celana jeans, jaket kulit, kaca mata hitam, rambut gondrong tidak disisir.
Meskipun orang sudah kenal Pak Ustadz tersebut, tapi tak urung ketika melihatnya
dalam pakaian yang berada di luar konsep jama’ah, orang tergoda untuk bertanya,
apa betul ini Ustadz Sulaiman, kasihan yah Ustadz Sulaiman. Atau apa gerangan
yang menimpa ustadz kita ini? Jama’ah akan mempersepsi bukan ustadz Sulaiman,
atau sebagai ustadz yang sedang “kumat”, atau persepsi negative lainnya. Di
masyarakat seorang kyai, ustad, atau
da’i adalah sosok yang dihormati dan disegani setiap orang. Beliau-beliau
adalah contoh tauladan yang ditiru para
masyarakat, baik dari penampilan perkataan bahkan sampai perbuatannya ditiru
oleh masyarakat.
Namun keteladanan seorang da’i sangatlah penting dalam
interaksinya dengan mad’u. Karena dakwah tidak hanya sekedar menangkap atau
memperoleh makna dari sesuatu dari ucapan da’i, akan tetapi justru melalui
keseluruhan kepribadian yang tergambar pada sikap dan tingkah laku da’i
tersebut.
II. Rumusan
masalah
1. Bagaimanakah pengertian metode
keteladanan (uswatun khasanah)?
2. Bagaimanakah urgensi metode
keteladanan (uswatun khasanah)?
3. Bagaimanakah kelebihan dan
kekurangan metode keteladanan (uswatun khasanah)?
III.
Pembahasan
1.
Pengertian metode keteladanan
(uswatun hasanah)
Pengertian
Uswatun Hasanah, Secara terminologi, kata al – uswah berarti orang yang
ditiru, bentuk jamaknya adalah usan . Sedangkan hasanah berarti
baik. Dengan demikian uswatun hasanah adalah contoh yang baik, kebaikan yang
ditiru, contoh indentifikasi, suri tauladan atau keteladanan.
Definisi
uswatun hasanah dalam Al –Qur’an dijelaskan dalam QS. Al-Mumtahanah : 4 dan 6
yang artinya :
“ sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada diri Ibrahim dan orang – orang
yang bersama dengannya, ketika mereka berkata pada kaum mereka : “sesungguhnya
kami berlepas diri daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
kekafiranmu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama – lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan
Ibrahim kepada bapaknya , “sesungguhnya aku kan memohonkan ampunan bagi kamu
dan tiada dapat menolak sedikitpun dari siksaan Allah’’, Ibrahim Ibrahim
berkata : “ ya tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya
kepada Engkaulah kami kembali(: 4)”
“ Sesungguhnya
pada mereka itu ( Ibrahim dan umatnya ) ada teladan yang baik baginya, yaitu
bagi orang yang mengharap pahala Allah dan keselamatan pada hari kemudian. Dan
barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya lagi
Maha Terpuji (:6)”
Makna
uswah dalam surat diatas adalah menunjukkan suri tauladan Nabi Ibrahim untuk
dijadikan contoh.[3]
Agama yang dibangkitkan kembali oleh Nabi Muhammad SAW ialah agama hanifan
musliman, yang bertujuan lurus kepada Allah disertai penyerahan diri. Dalam
perjuangan beliau menegakkan agama Allah tidaklah pula kurang dari hambatan,
rintangan dan halangan yang beliau temui dengan kaumnya, namun segala gangguan
itu tidaklah membuat beliau beranjak dari pendirian.
Ada empat
sifat rasulullah yang dapat kita teladani dan terapkan dalam kehidupan masa
kini:
a. Shiddiq : merupakan kunci sukses
dalam berbagai segi kehidupan. Orang yang jujur akan memiliki wawasan hidup
yang jernih, karena tidak terkotori oleh upaya untuk menutupi sesuatu dan
berbohong.
b. Amanah : memiliki komitmen dan
kesungguhan dalam melaksanakan suatu amanah.
c. Tablig : kemampuan berkomunikasi
akan memungkinkan terlaksananya berbagai gagasan dan cita-cita luhur. Paling
tidak, komunikasi atau tabligh dapat menjadi sarana untuk hal-hal berikut :
mengumpulkan informasi dan mengenali masalah, menghimpun dukungan dan
partisipasi, mengelola pekerjaan besar secara kolektif dan menyampaikan pesan
moral agama.
d. Fathanah : Inteligensi dibutuhkan
untuk menghadapi masalah-masalah yang besar dan kompleks, serta
tantangan-tantangan yang datangnya mendadak. Bagi seorang muslim ada tiga unsur
utama pembentuk inteligensi : kecerdasan bawaan, informasi dan bimbingan
illahi.
2.
Urgensi metode keteladanan (uswatun
hasanah)
Dakwah dengan uswatun hasanah adalah dakwah
dengan memberikan contoh yang baik melalui perbuatan nyata yang sesuai dengan
kode etik dakwah. Bahkan uswatun hasanah adalah salah satu kunci sukses dakwah
Rasulullah, salah satu bukti adalah bahwa pertama kali tiba di madinah, yang
dilakukan Nabi adalah membangun masjid Quba dan menyatukan kaum anshar dan
muhajirin dalam ukhuwah islamiyah.
Efektifitas
uswatun hasanah sebagai metode dengan maksud agar mad’u dapat meresap dengan
mudah dan cepat serta merealisasikan seruan dakwah, maka seorang da’I harus
memperhatikan cara-cara sebagai berikut:
1. Keteladanan (al-Uswah wa al-Qudwah),
sebelum menyuruh kepada mad’u untuk melakukan suatu perbuatan, da’I harus
memberi contoh bagaimana melakukannya.
2. Menyampaikan kisah-kisah bijak,
kisah atau cerita yang baik umumnya cepat ditangkap oleh manusia bahkan meresap
kedalam jiwa. Adanya kisah-kisah itu dimaksudkan sebagai ‘ibrah untuk menggugah
orang agar mau bersyukur atas nikmat Allah, mengakui adanya Khaliq serta berbuat
baik kepada sesama.
3. Melihat sifat-sifat orang terpuji,
cara ini dimaksudkan agar mad’u mau mencontoh mereka, misalnya sifat-sifat
orang mukmin yang dijabarkan di dalam Al-Qur’an.[4]
Pada masa modern sekarang ini terjadi pergeseran
nilai-nilai pada setiap ruas-ruas dan sendi-sendi kehidupan manusia. Menurut kami “pemakalah” telah menjadi
tugas dan tanggaung jawab bagi da’i untuk
membentuk generasi-generasi bangsa yang bermoral, berakhlak mulia, memiliki
tutur kata yang bagus dan berkepribadian muslim yaitu dengan memberikan teladan
yang baik yang sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri.
3.
Kelebihan dan kekurangan metode
keteladanan (uswatun hasanah)
Metode keteladanan juga memiliki kekurangan dan kelebihan
sendiri, sebagaimana
lazimnya metode-metode lainnya. Secara sederhana berkaitan dengan penerapannya
dalam proses dakwah kelebihan dan kekurangan metode keteladanan dapat
dijelaskan yaitu sebagai berikut:
- Kelebihan
Metode Keteladanan
a.
Metode
keteladanan akan memberikan kemudahan kepada da’i dalam melakukan evaluasi
terhadap hasil dari dakwah yang dijalankannya.
b.
Metode
keteladanan akan memudahkan mad’u dalam mempraktikkan dan mengimplementasikan
ilmu yang dipelajarinya selama proses dakwah berlangsung.
c.
Bila
keteladanan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah dan
masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik.
d.
Metode keteladanan dapat menciptakan
hubungan harmonis antara da’i dengan mad’u.
e.
Dengan metode
keteladanan tujuan da’i yang ingin
dicapai menjadi lebih terarah dan tercapai dengan baik.
f.
Dengan metode keteladanan da’i secara tidak
langsung dapat mengimplementasikan ilmu yang diajarkannya.
g.
Metode keteladanan juga mendorong da’i untuk
senantiasa berbuat baik karena menyadari dirinya akan dicontoh oleh mad’u nya.[5]
Dari kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan di atas
dapat dikatakan bahwa metode keteladanan memiliki peranan yang sangat
signifikan dalam upaya berdakwah, dimana selain
diajarkan secara teoritis mad’u juga bisa
melihat secara langsung bagaimana praktik atau pengamalan dari da’inya yang kemudian
bisa dijadikan teladan atau contoh dalam berprilaku dan mengamalkan atau mengaplikasikan
materi dakwah yang telah dia
pelajari selama proses dakwah berlangsung.
- Kekurangan
Metode Keteladanan
Selain
mempunyai kelebihan dan keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya, dalam
penerapannya metode keteladanan juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan,
diantaranya yaitu sebagai berikut:
a. Jika dalam dakwah figur yang diteladani
dalam hal ini da’i tidak baik, maka mad’u cenderung mengikuti hal-hal yang
tidak baik tersebut pula.
b. Jika dalam proses dakwah hanya
memberikan teori tanpa diikuti dengan implementasi maka tujuan yang akan
dicapai akan sulit terarahkan.[6]
Dari
serangkaian kelebihan dan juga kekurangan yang telah dijelaskan di atas dapat
dikatakan bahwa, metode keteladanan dalam berdakwah merupakan metode yang
mempunyai pengaruh dan terbukti bisa dikatakan efektif dengan berbagai
kelebihannya, meskipun juga tidak terlepas dari kekurangan, dalam mempersiapkan
dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial. Hal ini karena da’i adalah figur
terbaik dalam pandangan mad’u, yang
tindak-tanduk dan sopan santunnya disadari atau tidak, akan ditiru atau
diteladani oleh mad’u
nya.
Jadi dari kelebihan dan kekurangan diatas dapat
terlihat betapa sentralnya peranan da’i dalam hal ini merupakan sosok kunci yang akan memberikan
teladan kepada mad’u, dan juga
sosok yang akan dijadikan model atu teladan oleh mad’u, jadi dalam hal ini sukses atau
tidaknya Metode keteladalan dalam suatu dakwah sangat tergantung pada sosok da’i yang
diteladani. Oleh karena itu, keteladanan yang baik adalah salah satu metode yang
bisa diterapkan untuk merealisasikan tujuan dakwah. Hal ini karena keteladanan memiliki
peranan yang sangat signifikan dalam upaya mencapai keberhasilan dakwah, dan juga
dapat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap nilai-nilai pendidikan Islam terutama
pendidikan ibadah dan pendidikan akhlak.
IV.
Penutup
1.
Kesimpulan
Dari serangkaian pembahasan mengenai metode keteladanan
di atas dapat disimpulkan bahwa:
Metode uswah adalah metode dakwah yang diterapkan dengan cara memberi
contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa prilaku nyata, khususnya ibadah dan
akhlak. Metode keteladanan dalam dakwah merupakan metode yang mempunyai
pengaruh dan terbukti bisa dikatakan efektif dengan berbagai kelebihannya,
meskipun juga tidak terlepas dari kekurangan, dalam mempersiapkan dan membentuk
aspek moral, spiritual, dan etos sosial.
Diantara kelebihan dari metode keteladanan yaitu: Metode keteladanan akan memberikan kemudahan kepada da’i
dalam melakukan evaluasi terhadap hasil dari dakwah yang dijalankannya, Metode
keteladanan akan memudahkan mad’u dalam mempraktikkan dan mengimplementasikan
ilmu yang dipelajarinya selama proses dakwah berlangsung, Bila keteladanan di
lingkungan keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah dan masyarakat baik, maka
akan tercipta situasi yang baik, dan lain-lain.
Sementara itu metode keteladanan juga mempunyai
kekurangan diantaranya yaitu: Jika dalam dakwah mengajar figur yang diteladani
dalam hal ini da’i tidak baik, maka mad’u cenderung mengikuti hal-hal yang
tidak baik tersebut pula, Jika dalam proses dakwah hanya memberikan teori tanpa
diikuti dengan implementasi maka tujuan pendidikan yang akan dicapai akan sulit
terarahkan.
2.
Saran
Dengan
selesainya makalah ini, kami harap agar pembaca mampu mengambil sedikit hikmah
dari kandungan yang terdapat didalamnya. Setiap karya pasti indah, namun setiap
keindahan itu belum tentu yang terbaik. Maka kami mohon apabila terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan ataupun kandungan pokok pembahasan.
Kritik dan saran akan kami terima, guna karya yang lebih baik kedepanya.
Sekian, dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
kadir munsy, Metode Diskusi Dalam Dakwah, Surabaya: AL-Ikhlas, 1981
Amin,
Drs. Samsul Munir, M.A., ILMU DAKWAH, Jakarta:
Amzah, 2009
Asmuni
syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: al-iklas,1983
Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual, Jakarta:
Gema InsaniPress, 1998
Yusuf,
Prof. Dr. H. M. Yunan, Metode Dakwah.
Jakarta: Prenada Media, 2003
[1] Didin
Hafiduddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema InsaniPress, 1998) hlm 79
[5] Abdul
kadir munsy,Metode Diskusi Dalam Dakwah, Surabaya: AL-Ikhlas, 1981, hlm 144
[6] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar